Reformasi negara di Belgia

Istilah reformasi negara dalam konteks Belgia menunjukkan suatu proses untuk menemukan solusi konstitusional dan legal atas masalah-masalah dan ketegangan di antara bagian-bagian penduduk Belgia yang berbeda-beda, sebagian besar terkait Flandria yang berbahasa Belanda dan Walonia yang berbahasa Prancis. Secara umum, Belgia berkembang dari bentuk negara kesatuan menjadi negara federal berdasarkan komunitas, daerah, dan daerah bahasa.[1]

Gambaran singkat

  • Reformasi negara pertama (1970) – didirikan komunitas budaya (permintaan suku Vlamingen). Dasar konstitusional bagi daerah teritorial (permintaan suku Walloon).
  • Reformasi negara kedua (1980) – Komunitas budaya menjadi komunitas, dengan kompetensi lebih berkaitan pada hal-hal pribadi. Daerah teritorial Vlamingen dan Walloon ditetapkan (Daerah Brussels kemudian). Komunitas dan Daerah memperoleh Parlemen dan Pemerintahan mereka sendiri.
  • Reformasi negara ketiga (1988-1989) – Pendidikan dialihkan pada komunitas. Didirikan Daerah Brussels.
  • Reformasi negara keempat (1993) – Belgia menjadi negara federal penuh. Komunitas dan Daerah mendapatkan kebebasan lebih banyak dan Parlemen mereka sekarang dipilih secara langsung.
  • Reformasi negara kelima (2001) – Kompetensi lebih banyak diberikan pada Daerah (pertanian dan pengawasan terhadap pemerintah daerah). Pembiayaan kembali Komunitas dan Daerah.
  • Reformasi negara keenam (2011) – Kompetensi lebih banyak diberikan pada Daerah dan Komunitas. Konstituen Brussel-Halle-Vilvoorde dipecah. Pembiayaan kembali Komunitas dan Daerah.

Latar belakang

Masalah bahasa

Ketegangan antarkomunitas di Belgia muncul berupa konflik antara dua bahasa utama komunitas di negara itu, yaitu bahasa Belanda dan Prancis. Hal ini mengakibatkan legislasi bahasa yang berkepanjangan, tetapi tidak memecahkan konflik antara Flandria dan Walonia, dua daerah utama di Belgia. Karena itulah diskriminasi kemudian meluas terhadap orang-orang Vlamingen, yang disimbolkan dengan perlakuan buruk terhadap tentara Vlamingen selama Perang Dunia I, orang-orang Vlamingen mengorganisasi perjuangan mereka sendiri tanpa pemerintah yang sebagian besar berbahasa Prancis. Setelah Perang Dunia II, perbedaan antara orang Belgia berbahasa Belanda dan orang Belgia berbahasa Prancis Belgia menjadi jelas dalam sejumlah konflik.

Pada tahun 1950, sebuah referendum mengenai posisi Raja Leopold III diadakan. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah ia seharusnya diizinkan kembali ke takhta, dilihat dari posisinya dalam Perang Dunia II. Secara nasional, 58% pemilih mendukung pemulihan Leopold III. Tetapi, ada perbedaan regional yang kuat. Mereka yang memilih, 72% persen adalah orang-orang di Flandria yang mendukung pengembalian takhtanya, sementara mayoritas pemilih di Walonia dan Brussel menentang kembalinya sang raja. Dengan dukungan lebih dari setengah penduduk Belgia, Leopold III kembali ke takhta. Setelah restorasi takhta raja, kemarahan di kalangan lawan Leopold di Walonia dan Brussel tumbuh menjadi kerusuhan yang harus diatasi oleh pemerintah. Tekanan dari pemerintah memaksa Leopold III turun takhta.

Pada tahun 1960, pemerintah Katolik–Liberal di bawah Perdana Menteri Gaston Eyskens memperkenalkan sejumlah pemotongan anggaran. Serikat-serikat dagang berbahasa Prancis mogok menentang pemotongan itu dan melawan pemerintah. Mereka merasa bahwa sistem yang lebih regionalisasi diperlukan untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan oleh Walonia. Mereka merasa bahwa kepentingan suku Walloon disakiti oleh mayoritas Vlamingen di Belgia. Mereka berbicara tentang un état belgo-flamand, suatu negara Vlamingen Belgia. Dalam menanggapi serangan itu, pemerintah mengumumkan suatu kebijakan sosial-ekonomi regionalisasi.

Ketegangan lain antara komunitas bahasa melibatkan Universitas Katolik Leuven. Universitas itu telah lama berbahasa Prancis, tapi bahasa Belanda memainkan peran yang semakin penting di abad kedua puluh. Ketegangan disebabkan oleh bagian universitas berbahasa Prancis yang selalu ada berkembang hingga tahun 1960-an dan berujung pada kerusuhan mahasiswa-mahasiswa Vlamingen, yang didukung oleh penduduk Vlamingen di kota Leuven. Sebuah komentar dari seorang ahli geografi sosial berbahasa Prancis di universitas itu yang menyarankan agar Leuven dimasukkan dalam area Brussel resmi dengan dua bahasa, telah menyebabkan penduduk dan politisi Vlamingen berdemonstrasi. Mereka mengeluarkan slogan "Leuven Vlaams – Walen Buiten!" (Leuven Vlamingen, Walloon Keluar!) Ketegangan itu menyebabkan jatuhnya pemerintahan Perdana Menteri Paul Vanden Boeynants. Universitas terpecah menjadi Katholieke Universiteit Leuven berbahasa Belanda dan Université catholique de Louvain berbahasa Prancis, bersatu dalam badan pengatur bersama.

Sejarah

1970: reformasi negara pertama

Pada tahun 1970, ada reformasi negara pertama, yang menghasilkan pembentukan tiga komunitas budaya,[2] yaitu Komunitas Budaya Belanda, Komunitas Budaya Prancis, dan Komunitas Budaya Jerman. Komunitas-komunitas itu mengambil tanggung jawab atas semua hal budaya. Yang paling penting, mereka mengambil alih kendali penyiaran dan penggunaan bahasa komunitas. Reformasi ini adalah respon atas permintaan orang-orang Vlamingen untuk otonomi budaya. Revisi konstitusi revisi tahun 1970 juga meletakkan dasar-dasar pembentukan tiga Daerah, sebagai respon terhadap permintaan Walonia dan penduduk Brussel berbahasa Prancis untuk otonomi ekonomi. Pada tanggal 18 Februari 1970, Perdana Menteri Gaston Eyskens mengumumkan akhir dari "La Belgique de papa".

1980: reformasi negara kedua

Reformasi negara kedua terjadi tahun 1980, ketika komunitas budaya menjadi Komunitas. Komunitas melanjutkan otoritas komunitas budaya berkaitan dengan hal-hal budaya, dan mulai mengambil tanggung jawab atas 'hal-hal yang berkaitan dengan orang', seperti kebijakan kesehatan dan kepemudaan. Sejak itu, ketiga Komunitas itu dikenal sebagai Komunitas Flandria, Komunitas Prancis, dan Komunitas berbahasa Jerman.

Dua Daerah didirikan juga pada tahun 1980: Daerah Flandria dan Daerah Walonia. Tetapi, di Flandria pada tahun 1980 diputuskan untuk segera menggabungkan lembaga-lembaga Komunitas dan Daerah. Meskipun pembentukan Daerah Brussel telah disiapkan pada tahun 1970, Daerah Ibu kota Brussel belum berdiri hingga reformasi negara ketiga.

1988-1989: reformasi negara ketiga

Dalam reformasi negara ketiga pada tahun 1988 dan 1989, di bawah Perdana Menteri Wilfried Martens, didirikan Daerah Ibu kota Brussel beserta lembaga-lembaga daerahnya, serta lembaga-lembaga Belanda dan Prancis untuk masalah-masalah komunitas. Daerah Ibu Kota Brussel tetap terbatas pada 19 munisipalitas. Perubahan lain termasuk perluasan kompetensi Komunitas dan Daerah. Satu tanggung jawab penting yang dialihkan kepada Komunitas dalam reformasi negara ketiga adalah pendidikan.[3]

1993: reformasi negara keempat

Reformasi negara keempat terjadi pada tahun 1993 di bawah Perdana Menteri Jean-Luc Dehaene, yang mengonsolidasi reformasi-reformasi negara sebelumnya dan menngubah Belgia menjadi negara federal penuh. Pasal pertama Konstitusi Belgia diamendemen sehingga berbunyi sebagai berikut, "Belgia adalah suatu Negara Federal yang terdiri atas Komunitas-Komunitas dan Daerah-Daerah". Dalam reformasi negara keempat, tanggung jawab Komunitas dan Daerah diperluas lagi, sumber daya mereka ditingkatkan dan mereka diberi lebih banyak tanggung jawab fiskal. Perubahan besar lainnya termasuk pemilihan langsung parlemen dari Komunitas dan Daerah, memecah Provinsi Brabant menjadi Brabant Flandria dan Brabant Walonia, serta reformasi sistem bikameral Parlemen Federak dan hubungan antara Parlemen Federal dan Pemerintah Federal. Pemilihan langsung pertama untuk parlemen Komunitas dan Daerah berlangsung pada tanggal 21 Mei 1995.

2001: reformasi negara kelima

Diagram Provinsi Brabant, yang dibagi menjadi Brabant Flandria (kuning terang), Brabant Walonia (merah terang), dan Daerah Ibu Kota Brussel (oranye).

Dua kesepakatan mulai berlaku menyusul berlakunya dua undang-undang khusus pada tanggal 13 Juli 2001.[4] Tetapi, reformasi negara keempat bukan akhir dari proses federalisasi. Pada tahun 2001, terjadi reformasi negara kelima, di bawah Perdana Menteri Guy Verhofstadt (Pemerintah Verhofstadt I), dengan Kesepakatan Lambermont dan Lombard.

Kesepakatan Lambermont

Dalam reformasi negara kelima, kewenangan lebih dialihkan pada Komunitas dan Daerah, berkaitan dengan pertanian, perikanan, perdagangan luar negeri, kerja sama pengembangan, audit pengeluaran pemilihan, dan tambahan pembiayaan partai politik. Daerah menjadi bertanggung jawab atas dua belas pajak daerah, dan pemerintah lokal dan provinsi menjadi perhatian Daerah. Pemilihan munisipalitas dan provinsi pertama di bawah pengawasan Daerah adalah pemilihan munisipalitas tahun 2006.

Kesepakatan Lombard

Fungsi lembaga-lembaga Brussel juga diubah dalam reformasi negara kelima, yang menghasilkan antara lain representasi yang dijamin dari penduduk Vlamingen di Brussel dalam Parlemen Daerah Ibu Kota Brussel.

2011: reformasi negara keenam

  • Arondisemen pemilihan dan yudisial dari Brussel-Halle-Vilvoorde dipecah.
  • Kompetensi senilai € 17 miliar akan dialihkan dari tingkat federal ke tingkat komunitas dan daerah. Daerah akan menerima tanggung jawab ekonomi dan ketenagakerjaan, komunitas akan bertanggung jawab atas kebijakan keluarga.
  • Senat Belgia tidak lagi dipilih secara langsung, tetapi sebaliknya akan menjadi majelis parlemen daerah dengan jumlah anggota lebih sedikit.

Referensi

  1. ^ "Belgium is a federal State composed of Communities and Regions." – Article 1 of the Belgian Constitution
  2. ^ The first and second State reforms, belgium.be
  3. ^ The third and fourth State reforms, belgium.be
  4. ^ The Fifth State Reform, belgium.be